Menjelang bulan Ramadhan dan idul Fitri, permintaan daging sapi sangat meningkat, hal ini terjadi karena budaya masyarakat Indonesia yang sangat antusias menghadapi kedua moment tersebut.
Budaya masyarakat yang melekat salahsatunya budaya Munggahan bagi orang sunda, budaya nyadran bagi orang Jawa, budaya balimau bagi orang Sumatra barat, budaya nyorog bagi orang Jakarta, dan budaya meugang bagi orang Aceh.
Belum lagi biasanya setiap keluarga membuat hidangan yang istimewa untuk menu sahur dan berbuka saat puasa. Dan puncaknya saat perayaan idul Fitri, dimana olahan daging biasanya menjadi menu wajib di setiap keluarga.
Namun sayangnya permintaan yang melonjak, tidak dibarengi dengan ketersediaan daging sapi yang memadai. Akibatnya harga daging sapi melambung tinggi. Dan kejadian ini terjadi setiap tahun.
Biasanya yang dilakukan pemerintah adalah dengan cara operasi pasar. Operasi pasar dilakukan untuk stabilisasi harga atau dapat diibaratkan sebagai "pemadam kebakaran" yang bertujuan meredam berkobar nya api merambah kemana-mana.
Namun pada pelaksanaan nya, operasi pasar nyatanya merugikan para peternak, karena pada operasi pasar biasanya dijual daging sapi beku impor, atau daging sapi yang dioplos dengan daging kerbau. Yang harganya lebih murah, kemudian dijual dengan harga lebih tinggi namun dibawah harga daging sapi dipasaran.
Jelas ini menguntungkan salah satu pihak saja, sementara produsen daging segar mengalami kerugian karena tertekan oleh daging impor di pasaran.
Comments
Post a Comment